Telepon

(0321) 866686

E-Mail

sekretariat@ponpesdarululum.id

Jam Buka

Ahad - Kamis: 07:00 s/d 15:00 WIB

Rapat Koordinasi Lapsidu Jombang dengan Kamtib. (Foto : Hilmi)
Rapat Koordinasi Lapsidu Jombang dengan Kamtib. (Foto : Hilmi)

Darul Ulum – Mengantisipasi sejak dini pperundungan di kalangan santri di lingkungan Pondok Pesantren melalui peran dan sinergi lembaga.

Dalam menguatkan visi dan misi yang sama untuk mencegah perundungan ini, Lembaga Psikologi Darul Ulum (Lapsidu) ini, menggandeng Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang.

Rapat Koordinasi Pendampingan Santri dengan Kamtib Pondok Pesantren Darul Ulum (PPDU) Rejoso Peterongan Jombang 2023, di lantai 2 Kantor Pusat PPDU, Selasa (31/10/2023).

Rapat Koordinasi Lapsidu Jombang dengan Kamtib. (Foto : Hilmi)
Rapat Koordinasi Lapsidu Jombang dengan Kamtib. (Foto : Hilmi)

Rapat koordinasi ini membahas seputar pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP) atau prosedur yang digunakan untuk mengantisipasi tindakan perundungan atau bullying di lingkungan pondok pesantren.

KH Rohmatul Akbar Rifai, ST atau akrab disapa Gus Bang yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Ar-Risalah Rejoso Kabupaten Jombang, rapat koordinasi ini dilakukan sebagai bentuk pendampingan kepada para santri.

“Saya berharap pada rapat koordinasi ini dapat menghasilkan sesuatu. Hasilnya nanti semoga dapat di implementasikan dengan baik untuk pendampingan kepada ara santri,” ucapnya.

Sementara itu, menurut Ning Dian R. Zuhdiyati, S.Psi.,M.Psi selaku Ketua Lapsidu yang memandu dalam acara ini. Lapsidu belum berani menerapkan SOP Perundungan yang telah disusun, karena kebijakan dari sekolah atau asrama pasti memiliki teknis yang berbeda.

Harapan dari beliau semoga dengan diadakannya acara kemarin mampu membangun sinergitas antara Lapsidu dengan Asrama maupun Unit Pendidikan serta Lapsidu sesegera mungkin untuk menetapkan SOP Pendampingan Santri khususnya yaitu SOP Penerimaan Pelaporan Perundungan yang telah didiskusikan bersama selama forum.

Rapat Koordinasi Lapsidu Jombang dengan Kamtib. (Foto : Hilmi)
Rapat Koordinasi Lapsidu Jombang dengan Kamtib. (Foto : Hilmi)

Seusai acara inti, dibukalah sesi diskusi guna memberikan kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan kritik dan saran terhadap SOP Perundungan yang telah disusun Lapsidu.

Lebih lanjut, agenda ini diadakan bertujuan untuk menyamakan persepsi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya yang ada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang.

“Kami berharap nantinya ada sebuah aturan yang memprakarsai dan bisa dipakai untuk mengantisipasi pelanggaran di lingkungan pondok pesantren khususnya para santri,” katanya.

Pondok Pesantren Sebagai Wadah Pembentukan Karakter

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sudah terbukti serta terpercaya mengakomodir semua kalangan, mulai dari kalangan bawah, menengah, sampai kalangan atas tanpa adanya diskriminasi.

Dengan kata lain, pesantren merupakan lembaga pendidikan masyarakat yang sudah memiliki akar yang kuat di berbagai daerah nusantara. Sampai sekarang pun, kehadiran pondok pesantren masih tetap bisa dirasakan dan tetap konsisten untuk mencerdaskan generasi bangsa.

Ekspektasi masyarakat terhadap pesantren masih cukup tinggi, karena pesantren masih dianggap sebagai pilihan terbaik dalam membentuk karakter seorang anak, tidak mengherankan bila jumlah santri terus meningkat dari tahun ke tahun untuk masuk ke pondok pesantren.

Selama tinggal di lingkungan pondok pesantren, biasanya para santri akan berada di bawah pengawasan dan bimbingan kyai atau para ustadz yang berupaya untuk membentuk perilaku santri supaya dapat selaras dengan sunah-sunah nabi dan perilaku positif lainnya.

Namun dalam proses pembentukan karakter santri tentunya tidak selalu berjalan sesuai rencana, hal seperti ini terkadang masih sering dijumpai berbagai pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh para santri dan salah satu bentuk pelanggaran yang ditimbulkan adalah Bullying.

Berbicara mengenai para santri yang tinggal di pondok pesantren dengan pola komunikasi dan relasi kolektif yang cukup intens dalam ruang dan waktu yang sama, dalam artian hampir semua aktivitas dilakukan secara bersama-sama.

Sehingga potensi terjadinya perilaku bullying terhadap sesama ataupun kepada santri yang kecil, lemah dan memiliki kekurangan yang dianggap bentuk dari obyek yang pantas digunakan untuk merendahkan atau mengejek.

Memahami Perundungan Serta Jenisnya

Bentuk perundungan atau bullying bisa dilakukan dengan bentuk verbal diantaranya dengan umpatan, meledek, membentak, ataupun membuat label-label negatif lainnya.

Sementara bentuk non verbal diantaranya memukul, menendang, merusak barang temannya, ataupun memaksaka kehendak seolah-olah dia adalah penguasa di pondok pesantren tersebut.

Penyebab perundungan yang terjadi di pesantren sering kali didominasi oleh rasa senioritas yang tinggi, selain itu awal terjadinya bullying antara santri yang mengejek satu sama lain.

Bukan hanya dengan ejekan ataupun perlakuan dengan tindakan kekerasan. Bullying juga dilakukan secara fisik seperti memperlakukan korban didepan umum, di bentak bahkan sampai di suruh mengerjakan tugas seniornya.

Kondisi tersebut dapat menyebabkan korban merasa takut, tidak nyaman karena mengalami kondisi yang sangat terancam, selain itu motivasi belajarnya juga menurun akibat kekerasan bullying yang terjadi.

Sebagai informasi, dalam buku Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, bullying berasal dari bahasa Inggris yaitu bull yang berarti banteng. Secara etimologi bullying berarti penggertak, orang yang mengganggu yang lemah.

Dalam bahasa Indonesia, bullying disebut menyakat yang artinya mengusik (supaya menjadi takut, menangis, dan sebagainya), merisak secara verbal. Sementara itu, mengutip hasil ratas bullying Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), bullying juga dikenal sebagai penindasan/risak.

Bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.

Menurut Unicef, bullying bisa diidentifikasi lewat tiga karakteristik yaitu disengaja (untuk menyakiti), terjadi secara berulang-ulang, dan ada perbedaan kekuasaan. Bullying bisa terjadi secara langsung atau online.

Bullying online atau biasa disebut cyber bullying sering terjadi melalui media sosial, SMS/teks atau pesan instan, email, atau platform online tempat anak-anak berinteraksi. (Jurnalis/Anggit Puji Widodo)

Artikel yang Disarankan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *