Telepon

(0321) 866686

E-Mail

sekretariat@ponpesdarululum.id

Jam Buka

Ahad - Kamis: 07:00 s/d 15:00 WIB

Pondok pesantren yang telah berdiri bagai batu karang di laut, tetap tegar walau ombak menghempas datang. Ditengah-tengah juang bangsa Indonesia meneriakkan kata merdeka pada saat itulah generasi muda meledakkan dadanya dalam bentuk koperasi, gerakan politik, maupun bentuk yang lain. Mereka hanya mempunyai satu tujuan, Indonesia harus merdeka. Generasi pondok pesantren ini pun tidak pernah ketinggalan meski dalam bentuk gerakan yang lain. Sepeninggalan tokoh-tokoh tua, muncul Kiai Romli Tamim dan Kiai Dahlan Cholil sebagai tokoh muda yang baru saja menyelesaikan studinya di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang yang di asuh Kiai Haji Hasyim Asy’ari serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya dari studi beliau di Makkah, Saudi Arabia, Kiai Dahlan Cholil pulang ke Rejoso tahun 1932 M dan kemudian disusul oleh adiknya yang bernama Kiai Haji Ma’soem Cholil tahun 1937 M merupakan tokoh-tokoh muda yang selalu menyingsingkan lengan dengan ikut bersama bangsa dalam bentuk mencerdaskan bangsa lewat sarana pendidikan yang dibinanya. Pada periode inilah pondok pesantren ini menunjukkan identitas yang sebenarnya. Hal ini dapat dilihat dari Darul ‘Ulum (Rumah Ilmu) pada tahun 1933 M.

Tokoh tersebut menekankan bahwa penamaan Darul ‘Ulum bukan hanya sekedar mengambil nama besar madrasah Darul ‘Ulum yang ada di Makkah, Saudi Arabia yang secara kebetulan beliau juga merupakan tokoh madrasah tersebut waktu masih berdomisili di sana. Namun lebih dari itu ingin mengambil contoh sebagai wadah sarana pendidikan yang mempunyai corak khas di antara pendidikan yang ada waktu itu. Yaitu untuk mencetak manusia-manusia muslim yang tahan cuaca, tidak mudah terguncang bergantinya masa dan model. Hati tetap erat di sisi Allah walau bagaimanapun keadaannya, badan kuat menahan godaan hidup. Inilah baru muslim.

Waktu siang maupun pagi siswanya diajak langsung oleh beliau bertanam, berdagang menanti rezeki. Jika malam mereka bersujud khusyuk menanti hidayat Allah, dan jika fajar telah datang menyambutnya, mereka tersenyum cerah berkat telah datang, mereka masih diberi kesempatan memandang alam. Pendidikan semacam inilah, hasilnya cukup mengagumkan. Dan ini telah dirasakan oleh pondok pesantren Darul ‘Ulum.

Pengkajian ilmu pengetahuan pada periode ini semakin mekar di daerah lain pada umumnya, bukan lagi hanya berliku-liku di daerah ilmu pengetahuan agama saja. Di samping itu pembagian tugas antara tokoh-tokoh yang ada semakin jelas. Kiai Romli Tamim memegang kebijakan umum pondok pesantren serta ilmu tasawuf dan tarekat qodiriyah wannasaqsyabandiyahnya, KH. Dahlan Cholil memegang kebijakan khusus siasah (manajemen) dan pengajian syariat plus Al-Quran, sedang kiai Ma’soem Cholil mengemban organisasi sekolah dan manajemennya. Sementara itu kiai Umar Tamim adik kiai Romli Tamim sebagai pembantu aktif di bidang tarekat. Semua tugas tersebut masing-masing dibantu oleh santri-santri senior, seperti KH. Ustman Al Isyaqi yang berasal dari Surabaya dalam praktikum qodiriyah wannaqsyabandiyah.

Ciri khas alumni pada periode ini seakan dapat dijabarkan melalui dua bentuk, antara lain sebagai berikut:

  1. Bentuk salikin atau ahli praktikum tarekat qodiriyah wannaqsyabandiyah. Mereka ini adalah lulusan amalan tarekat di bawah asuhan KH. Romli Tamim Irsyad. Sebagian mereka telah menjadi Al-Mursyid sejak zaman KH. Romli Tamim.
  2. Bentuk huffadz atau penghafal Al-Quran, yang merupakan huffadz andalan di masing-masing daerahnya. Mereka ini adalah lulusan madrasah huffadz Al-Quran di asuh langsung oleh KH. Dahlan Cholil.

Dalam perjuangan fisik membela negara peran pondok pesantren tidak tanggung-tanggung, sebut pondok pesantren ini memang letaknya di perbatasan garis demarkasi tentara pejuang dengan tentara penjajah. Apabila Belanda telah menguasa Mojokerto, bukan main sibuknya penghubung dan penghuni pondok pesantren ini, tidak terkecuali kiai-kiainya. Ishomudin putra KH. Romli Tamim tertembak jatuh menghadap Allah langsung oleh pelor tentara Belanda pada tahun 1949 M. Demikian pula KH. Romli Tamim sempat menginap di rumah KNIL Mojoagung karena tertangkap Belanda.

Ini semua merupakan ilustrasi keterlibatan pondok pesantren Darul ‘Ulum dalam perjuangan fisik memperjuangkan tanah Indonesia merdeka. Merdeka kata pejuang, merdeka pula para kiai. Kebenaran harus diperjuangkan sampai tubuh ini mati diamkan tanah. Karena tekad demikian itulah KH. Romli Tamim dan KH. Dahlan Cholil sebagai tokoh ulama membiarkan semua santri serta semua simpatisannya menjadikan pondok pesantren ini sebagai markas tentara Hisbullah pada kelas II menghajar Belanda. Kereta api sempat diledakkan oleh pejuang Hisbullah di muka pondok pesantren yang dekat dengan rel kereta ini.

Pada tahun 1938 M didirikan sekolah klasikal yang pertama di Darul ‘Ulum yang diberi nama madrasah ibtidaiyyah Darul ‘Ulum. Sebagai tindak lanjut sekolah tersebut pada tahun 1949 M didirikan arena belajar untuk para calon pendidik  dan dakwah, dengan nama madrasah muallimin (untuk siswa putra) dan pada tahun 1945 M berdirilah sekolah yang sama untuk kaum putri. Sekolah tersebut dihuni sekitar 3000 siswa.

Pada bagian lain keluarga besar Darul ‘Ulum jam’iyah tarekat qodiriyah wannaqsyabandiyah. Anggota latihnya meliputi jombang dan menembus daerah-daerah bahkan ada Sulawesi Selatan. Jumlah anggota puluhan ribu, dapat disaksikan di pusat latihan Rejoso jika jam’iyah ini merayakan khusus bagi warganya. Yang lazim adalah tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Sya’ban , bulan muharram dan bulan robiul akhir.

Periode ini ditutup pada tahun 1958 M, yang ditandai dengan kematian dua tokohnya , yaitu KH. Dahlan Cholil pada bulan sya’ban, kemudian disusul oleh KH. Romli Tamim pada bulan Ramadhan, innalillah wa innailaihi raji’un.